Rabu, 13 November 2013

MASALAH-MASALAH GLOBAL DALAM PEMBELAJARAN IPS SD



MAKALAH
Disusun sebagai Salah Satu Syarat untuk Nilai Tugas Mata Kuliah Persepektif Global
Oleh :
Aulia Rahmah (1101045551)
Erni Handayani (1101045407)
Lily Yuni Setyawati (1101045438)
Usnatul Ulfah (1101045536)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR HAMKA
2013


BAB I

PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang
Perubahan yang sangat cepat yang dialami masyarakat seiring dengan berkembangnya jaman yang dibarengi bertambahnya tingkat pemahaman dan juga pengetahuan manusia di bidang Sains dan Teknologi telah membawa banyak dampak bagi kehidupan manusia secara umum baik positif maupun negatif. Untuk mengiringi kemajuan yang berjalan sangat cepat samapai saat ini kita masih menggantungkan harapan pada pendidikan untuk tetap mengawal dan menjaga kehidupan sosial masyarakat yang terus berubah. Namun dunia pendidikan kita yang masih belum bisa mengejar cepatnya arus perubahan itu perlu disesuaikan dan jga dijaga sehingga tetap mampu menjawab tantangan dari perubahan dan kemajuan yang terus terjadi.
Dalam bidang pendidikan, Pendidikan Ilmu Sosial juga tidak lepas dari tantangan yang sangat keras yang berupa tuntutan akan adanya perbaikan kualitas pendidikan dan juga tenaga kependidikan. Melihat kondisi yang dihadapi dan memang harus dilewati tersebut maka sudah sepantasnya Pendidikan Ilmu Sosial mulai membenahi diri baik dari bergeser dari tatanan epistomologi kea rah pengembangan inovasi dan juga solusi bagi perkembangan pendidikan IPS ke depannya.  Dimana hal ini sangatlah sesuia dengan tujuam utama pendidikan IPS yaitu mempersiapkan warga negara yang dapt membuat keputusan reflektif dan berpartisipasi dengan sukses dalam kehidupan kewarganegaraandi lingkungan masyarakat, bangsa, dan negara.
Dalam pembelajaran IPS, peserta didik diharapkan dapat memperoleh pengetahuan, pengalaman-pengalaman dan menggunakan pengetahuan tersebut dalam kehidupan demokratis, termasuk memperaktekkan berpikir dan pemecahan masalah (Aziz, 2002).
Pembelajaran IPS di sekolah juga belum berupaya melaksanakan dan membiasakan pengalaman nilai-nilai kehidupan demokratis, sosial kemasyarakatan dengan melibatkan siswa dan komunitas sekolah dalam berbagai aktifitas kelas dan sekolah. Selain itu dalam pembelajran IPS lebih menekankan pada aspek pengetahuan, fakta dan konsep-konsep yang besifat hapalan belaka. Inilah yang dituding sebagai kelemahan yang menyebabkan “kegagalan” pembelajaran IPS di sekolah-sekolah di Indonesia.
Jika pembelajaran IPS selama ini tetap diteruskan, terutama hanya menekankan pada informasi, fakta, dan hafalan, lebih mementingkan isi dari proses, kurang diarahkan pada proses berfikir dan kurang diarahkan pada pemeblajaran bermakna dan berfungsi bagi kehidupannya, maka pembelajaran IPS tidak akan mampu membantu peserta didiknya untuk dapat hidup secara efektif dan produktif dalam kehidupas masa yang akan datang. Oleh karena itu sudah semestinya pembelajaran IPS masa kini dan ke depan mengikuti berbagai perkembangan yang tejadi di dunia secara global.
B.            Rumusan Masalah
1.      Apa saja permasalahan yang berkaitang dengan penduduk dan keluarga berencana.
2.      Apa saja permasalahan yang berkaitang dengan pembangunan.
3.      Apa saja permasalahan yang berkaitang dengan Hak Asasi Manusia (HAM)
4.      Apa saja permasalahan yang berkaitang dengan migrasi.
5.      Apa saja permasalahan yang berkaitang dengan kepemilikan bersama secara global.
6.      Apa saja permasalahan yang berkaitang dengan lingkungan hidup dan sumber daya alam.
7.      Apa saja permasalahan yang berkaitang dengan kelaparan dan bahan pangan.
8.      Apa saja permasalahan yang berkaitang dengan perdamaian dan keamanan.
9.      Apa saja permasalahan yang berkaitang dengan prasangka dan diskriminasi.
C.           Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui permasalahan yang berkaitang dengan penduduk dan keluarga berencana.
2.      Untuk mengetahui permasalahan yang berkaitang dengan pembangunan.
3.      Untuk mengetahui permasalahan yang berkaitang dengan Hak Asasi Manusia (HAM).
4.      Untuk mengetahui permasalahan yang berkaitang dengan migrasi
5.      Untuk mengetahui permasalahan yang berkaitang dengan kepemilikan bersama secara global.
6.      Untuk mengetahui permasalahan yang berkaitang dengan lingkungan hidup dan sumber daya alam
7.      Untuk mengetahui permasalahan yang berkaitang dengan kelaparan dan bahan pangan.
8.      Untuk mengetahui permasalahan yang berkaitang dengan perdamaian dan keamanan.
9.      Untuk mengetahui permasalahan yang berkaitang dengan prasangka dan diskriminasi.




BAB II
Masalah-masalah Global dalam Pembelajaran IPS SD
Berkenaan dengan masalah-masalah global, Merry M.Merryfield (1997: g) antara lain mengemukakan penduduk dan keluarga berencana (population and family planning), pembangunan (development), hak asasi manusia (human right), imigrasi (emigration, immigration, refugees), kepemilikan bersama global (the global commons), kelaparan dan bahan pangan (hunger and food), perdamaian dan keamanan (peace security), prasangka diskriminasi (prejudice and discrimination). Masalah-masalah tersebut langsung ataupun tidak langsung, beberapa di antaranya telah kita bahas. Namun demikian, sambil jalan pada diskusi ini, akan kita singgung lagi. Bobot dan lingkupnya tentu saja disesuaikan dengan kemampuan kita , dan kemampuan peserta didik yang anda hadapi.
A.                Penduduk dan Keluarga Berencana
Masalah penduduk da pelaksanaan keluarga berencana sebagai upaya mengatasi masalahnya, bukan lagi hanya dialami oleh kelompok masyarakat tertentu dan negara-negara tertentu, melainkan terlah menjadi masalah yang dirasakan, disadari serta dialami oleh negara-negara diseluruh dunia. Masalah penduduk terletak pada tingkat kesejahteraan dan kemakmuran yang rendah sebagai akibat adanya kesenjangan yang besar antara pertumbuyhan serta jumlah penduduk yang terus meningkat dengan pertumbuhan segala kebutuhan yang terbatas. Sedangkan upaya-upaya yang dilakukan untuk meyeimbangkan dan menaggulanginya termasuk program keluarga berencana masih belum berhasil. Program dan bahkan gerakan keluarga berencana sebagai usaha membatasi tingginya pertumbuhan penduduk masih mengalami hambatan, baik psikologi, sosial, budaya, maupun ekonomi. Pelaksanaan KB secara berlanjut dan bersinambungan, mendapat kendala dari berbagai pihak, baik pihak penduduk sendiri maupun pihak lembaga yang mengelola dan membiayainya. Belum lagi kita berbicara tentang kesempatan dan lapangan kerja, kesediaan dan persediaan pangan, layanan kesehatan dan pendidikan, serta layanan lain yang terkait dengan kebutuhan dan kesejahteraan penduduk. Cobalah anda selaku guru IPS amati, hayati dan analisis kondisi kependudukan dalam keluarga serta keadaan dimasyarakat sekitar anda sendiri. Kemudian lebih jauh lagi, coba anda serap informasi dari berbagai media keadaan kependudukan dinegara lain di dunia ini.
B.                 Pembangunan
Sebagai suatu konsep, pembanguanan itu merupakan upaya berencana meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Namun dalam pelaksanaannya untuk kebanyakan negara-negara yang miskin didunia, menjadi masalah. Masyarakat dan negara-negara yang miskin yang seharusnya melakukan pembangunan untuk mengetaskan diri dari kemiskinan, justru tidak mampu melaksanakannya. Pembangunan sebagai rangkaian kegiatan perencanaan- pengkajian – uji kelayakan – pengelolaa – pelaksanaan – evaluasi, memerlukan SDM yang handal, dana yang mendukung, dan suasana yang kondusif. Untuk memenuhi tuntutan perangkat yang demikaian, bagi kebanyakan negara-negara didunia, menjadi masalah, apalagi untuk “pembangunannya sendiri”. Apabila tidak ada upaya tingkat global melalui lembaga-lembaga dunia, bagi negara-bangsa miskin dan terbelakang, masalah pembangunan ini menjadi “lingkaran setan”yang tidak akan berhenti. Dengan demikian pembangunan yang seharusnya menjadi upaya pemecahan masalah, untuk negara-negara terbelakang dan miskin, justru menjadi masalah. Dan hal ini, SDM dengan kualitas kemampuannya, menjadi kunci utama.
C.                Hak Asasi Manusia (HAM)
HAM merupakan hal yang melekat pada setiap diri manusia, baik sebagai individu, anggota masyarakat, maupun sebagi warga negara-negara dan warga dunia. Mengenai HAM ini telah kita diskusikan pada modul nomer 4yang lalu. Namun disini kita perlu mempertanyakan kembali, mengapa HAM yang melekat pada diri tiap orang itu menjadi maasalah, bahakan menjadi masalah global? Persoalannya terletak pada pelanggaran yang terjadi dan dialami oleh orang-orang tertentu baik sebagai individu maupun sebagai kelompok oleh pihak-pihak tertentu yang memiliki kekuasaan atau yang berkuasa. Pelanggran ini telah terjadi secara lokal di kawasan-kawasan tertentu, di negara-negara tertentu, bahkan juga tingkat dunia. Cobalah anda amat, dengarkan dan perhatikan disekeliling kita semua, bahkan mungkin dialami oleh kita sendiri. Oleh karena itu, kita masing-masing harus menyadari hak dan kewajiban, dan memahami serta menghormati hak dan kewajiban orang lain. Lebih jauh lagi kita harus berupaya memberikan pengertian dan kesadaran kepada peserta didik atas hak dan kewajiabannya. Proses yang demikian itu juga ditunjukkan kepada masyarakat awam yang biasanya menyadari kewajibannya, seshingga mereka menjadi sasaran pihak-pihak yang berupaya memanfaatkan. Upaya penegakkan HAM ini harus dilakukan oleh tiap warga untuk menjegah dan memecahkan masalah atas pelanggarannya.
D.                Migrasi
Migrasi sebagai suatu gerak pindah penduduk yang menjadi masalah global, paling tidak, meliputi emigrasi (perpindahan penduduk menuju negara lain yang akan menetap di negara baru tersebut), imigrasi (perpindahan penduduk dari suatu negara ke dalam negeri tertentu yang  diperkirakan akan menetap di negeri terakhir), dan pengungsian (perpindahan negara lain karena faktor tertentu yang mendesak).  Orang-orang yang berpindah akan membawa masalah ekonomi (lapangan kerja, kekurangan bahan pangan), masalah politik (perang saudara, perbedaan ideologi. Bagi kawasan atau negara yang didatangi akan menjadi masalah karena berkaitan dengan pemenuhan segala kebutuhan para pendatang, mulai dari tempat tinggal, pekerjaan, bahan pangan dan sebagainya. Belum lagi dari keyakinan politik yang dianut, kriminalitas, dan kemungkinan wabah penyakit yang mereka bawa. Masalah tersebut berdampak luas dalam berbagai aspek kehidupan diantara dua belah pihak.

E.                 Kepemilikan Bersama Secara Global
Tiap kawasan dengan kawasan lain terdapat apa yang ditetapkan sebagai batas wilayah (darat, perairan, udara). Namun dalam konteks dunia global, khususnya yang berkenaan dengan samudra dan udara terbuka merupakan milik seluruh umat manusia yang dapat dimanfaatkan oleh siapa saja. Kenyataannya samudra dan udara terbuka itu menjadi sengketa yang dapat menimbulkan masalah besar. Oleh karena itu, hal yang sesungguhnya menjadi milik bersama umat manusia, yang tidak dapat diklaim oleh pihak manapun dan harus diatur bersama secara global oleh hukum Internasional.
F.                 Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam
Lingkungan hidup dengan sumber daya alam merupakan dua hal atau dua pihak yang terkait satu sama lain, bahkan tidak dapat dipisahkan satu dari yang lainnya. Lingkungan hidup bagi kita manusia adalah “kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk didalamnya manusia dan perilakunya yang memperngaruhi kelangsungan perkehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya (UURI No.4/1982:3). Lingkungan hidup itu meliputi hal-hal yang sangat luas mencakup segala apa yang ada disekeliling kita manusia, bahkan termasuk manusia yang ada diluar diri kita masing-masing. Oleh karena itu, lingkungan hidup ini dapat dikelompokkan menjadi lingkungan alam, lingkungan sosial, lingkungan budaya dan lingkungan psikologi. Sumber daya menurut Undang-Undang  Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1982 adalah “unsur lingkungan  hidup yang terdiri atas sumber daya manusia, sumber daya alami hayati, sumber saya alami non hayati dan sumber daya buatan. Dengan demikian, sumber daya itu, tidak lain adalah unsur lingkungan yang terdiri atas berbagai benda, baik hidup (manusia, tumbuhan, hewan), dan yang tidak hidup (mineral, udara, gas, energi) yang menjamin kehidupan umat manusia. Apabila kita tetapkan air terjun, hutan, udara dan pesawat sebagai benda atau fenomena yang menjamin kehidupan kita manusia, kita nyatakan pula sebagai “sumber daya”. Oleh karena itu, benda atau fenomena yang sama, dapat kita sebut sebagai lingkungan dan dapat pula kita nyatakan sebagai sumber daya tergantung dari sudut pandang yang kita tetapkan. Sebagai akibat meningkatnya jumlah penduduk manusia dengan segala kebutuhannya, lingkungan sebagai sumber daya, secara alamia tidak dapat lagi menjamin kehidupan manusia. Tanpa penerapan dan pemanfaatan IPTEK dalam merekayasa lingkungan sebagai sumber daya, kesejahteraan umat manusia tidak dapat dijamin. Penerapan dan pemanfaatan IPTEK tersebut bermata atau dilematis.  Ada pihak yang menyatakan bahwa IPTEK  itu menjadi “tulang punggung kesejahteraan”. Pemanfaatan IPTEK juga telah membawa dampak negatif atau laknat dalam bentuk masalah lingkungan seperti pencemaran, banjir, tanah longsor, dan kenaikan suhu global. Oleh karena itu, kita umat manusia harus penuh kewaspadaan dalam menerapkan dan memanfaatkan IPTEK sesuaii dengan asas-asas keserasian, keseimbangan dan kelestarian. Masalah lingkungan dan pengurasan sumber daya alam, bukan lagi hanya merupakan masalah lokal, regional ataupun nasional, melainkan telah meyakini sebagai masalah global yang telah menjadi perhatian kepeduliaan masyarakat dunia.
G.                Kelaparan dan Bahan Pangan
Kelaparan dan keterbatasan persediaan bahan pangan, merupakan masalah yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan umat manusia, baik lokal dan regional maupun global. Bertolak dari pertumbuhan penduduk dunia yang tidak akan berhenti, meskipun di berbagai kawasan tingkat rata-ratanya sudah sangat menurun, bahkan ada yang menerapkan konsep “pertumubuhan nol” (zero growth), namun kenyataannya penduduk dunia itu jumlahnya terus meningkat. Menurut perhitungan dan proyeksi Population Reference Bereau (World Population Data Sheet,1997), penduduk dunia tahun 1997 jumlahnya 5,840 miliar, tahun 2010 sebanyak 6,894 miliar dan pada tahun 2025 yang akan datang akan mencapai 8,036 miliar. Jumlah penduduk dunia yang terus meningkat seperti itu, sudah pasti diikuti oleh pertumubuhan kebutuhan hidupnya, paling tidak kebutuhan pangan. Oleh karena itu, peningkatan produksi pangan, khususnya produksi pertanian bahan pangan, menjadi tuntutan. Segala metode, pendekatan, teknik dan teknologi telah diterapkan pada bidang pertanian dalam upaya meningkatkan produksi bahan pangan tadi, baik pada tingkat lokal dan regional maupun pada tingkat dunia.
H.                Perdamaian dan Keamanan
Perdamaian dan keamanan adalah dua aspek sosial-psikologis yang sangat mendasar serta didambakan oleh setiap individu umat manusia. Namun demikian sangat sulit terealisasikan secara wajar dalam kehidupan. Kita dapat menghayati apa yang terungkap dalam pepatah “lain di bibir, lain di hati”, apa yang menjadi perbincangan tentang “perdamaian” berbeda dengan kenyataan. Perlombaan senjata dan mempersenjatai diri dengan dalih “senjata untuk perdamaian” yang tidak hanya dilakukan oleh negara-negara adikuasa-melainkan juga oleh negara-negara “kecil”, merupakan petunjuk bahwa perdamaian itu seperti “telur di ujung tanduk”. Kita dapat menyimak dan mengamati “perlombaan senjata” antara Korea Utara dan Korea Selatan , antara Israel dan negara-negara Arab, menunjukkan kerawanan terhadap perdamaian yang sewaktu-waktu dapat meletus. Oleh karena itu, keamanan dan perdamaian sukar terealisasikan, bahkan lebih merupakan “ kerawanan global” yang sewaktu-waktu dapat meletus yang tidak hanya dirasakan oleh negara-negara yang bersangkutan, melainkan juga oleh seluruh dunia. Kerawanan-kerawanan terhadap perdamaian dan keamanan, bermula dari pertentangan etnis ke pertentangan rasial, pertentangan politik ke ekonomi, dari ambisi-gengsi-arogansi elit yang berkuasa tingkat nasional ke tingkat regional sampai ke tingkat global yang meresahkan perdamaian serta mengganggu keamanan global.
I.                   PRASANGKA DAN DISKRIMINASI
     Masalah prasangka dan diskriminasi, meliputi aspek-aspek etnis (kesukuan), ras, kelas, jenis kelamin (gender), agama, ekonomi dan politik. Kecemburuan sosial, ekonomi dan politik, tidak hanya terjadi secara lokal di kawasan-kawasan yang terbatas, melainkan terjadi secara global yang meresahkan umat manusia. Prasangka dan diskriminasi yang mendorong negara-negara tertentu seperti Amerika Serikat, Rusia, Prancis, Iran, India, Pakistan, Korea Selatan dan Utaramelengkapi diri dengan senjata mutakhir sebagai pencerminan “sikap prasangka dan diskriminasi”, dapat menjadi pemicu “perang modern” yang tidak mustahil dapat memusnahkan sebagian umat manusia. Hal inilah yang wajib diwaspadai secara sungguh-sungguh oleh seluruh umat manusia, terutama oleh kelompok-kelompok elit yang memegang kebijakan di tingkat dunia. Secara mendasar tentu saja hal tersebut harus mulai ditanamkan sejak dini di tingkat sekolah dasar. Anak-anak di tingkat SD inilah yang akan menjadi SDM masa yang akan yang idealnya bersih dari sikap dan tindakan prasangka serta diskriminasi. Itulah harapan kita bersama.
     Antara satu negara dengan negara lain, antara negara maju dengan negara berkembang pasti memiliki perbedaan permasalahan. Kunci perbedaan itu terutama terletak pada kualitas SDM menerapkan IPTEK dalam memanfaatkan SDA untuk kesejahteraan hidup masing-masing. Kualitas SDM disini juga tercermin dari tingkat pendidikan yang telah dicapai masyarakat, tingkat gizi, tingkat kesehatan, baik kesehatan fisik-jasmaniah maupun kesehatan lingkungan hidup pada umumnya. Disini berlaku konsep “sumber daya dibatasi secara budaya” (culturally defined resources), dengan pengertian bahwa terealisasikannya potensi SDA menjadi kesejahteraan masyrakat dan negara sangat dipengaruhi oleh kemampuan budaya manusia, mengolah sumber daya tadi.
     Dari uraian singkat di atas dapat tercermin bahwa perbedaan yang mendasar antara negara-negara maju yang juga negara industri dengan negara-negara berkembang yang tingkat industrinya masih terbatas terletak pada kualitas kemampuan SDM-nya dalam menguasai dan memanfaatkan IPTEK.
     Pendidikan yang meningkatkan kualitas kemampuan SDM inilah yang mampu mempersempit jarak perbedaan antara masyrakat negara-negara berkembang dengan masyarakat negara-negara maju yang memperkecil kesenjangan kehidupan sosial-ekonomi diantara keduanya.
     Perbedaan, termasuk perbedaan kepentingan, merupakan hal yang wajar dan alamiah. Namun perbedaan yang menimbulkan pertikaian dan konflik, harus kita cari jalan keluarnya. Upaya mencari jalan keluar itu terutama didasari oleh “persamaan” kemanusiaan yang sangat wajar. Oleh karena itu, ditinjau dari persamaan kemanusiaan tersebut, perbedaan tadi bahkan harus menjadi landasan terjadinya kerja sama. Dengan anggapan dasar bahwa tidak ada satu pihak pun (perorangan, keluarga, kelompok, masyrakat, bangsa, negara) yang mampu memenuhi segala kebutuhan hidupnya sendiri, bagaimanapun selalu memerlukan bantuan pihak lain.
     Menciptakan masyrakat dunia yang aman dan damai, tidak dapat berjalan tanpa kerja sama tadi. Negara industri yang kaya, tidak dapat melangsungkan kehidupannya secara wajar tanpa kerja sama ekonomi dengan negara lain, baik untuk memasarkan barang industrinya maupun untuk mendapatkan bahan mentah dan bahan dasar demi kelangsungan industri tersebut. Negara-negara agraris, tidak akan dapat melangsungkan kehidupannya secara wajar tanpa kerja sama dengan negara-negara industri yang memasok barang-barang industri dan membeli hasil pertanian dari negara agraris yang bersangkutan. 
     Oleh karena itu, kerja sama antarnegara dan antarwilayah, merupakan suatu proses kemanusiaan yang sangat bermakna. Dalam kehidupan global dewasa ini, kerja sama yang saling menguntungkan dalam bentuk “saling ketergantungan” (interdependensi) harus dibina secara berkesinambungan dalam upaya menciptakan kehidupan masyarakat dunia yang aman, damai dan sejahtera.
     Menyebarnya informasi dari waktu ke waktu yang menembus batas-batas negara, benua, samudera dan udara, mengakibatkan wawasan masyarakat terhadap peristiwa dunia makin terbuka. Langsung tidak langsung suasana yang demikian berpengaruh terhadap pergeseran nilai dan norma yang berlaku. Arus informasi yang mengglobal yang berdampak pada pergeseran norma dan nilai, harus kita waspadai melalui penyaringan oleh norma-nilai yang baik yang melekat dalam masyarakat Indonesia.
     Dengan memahami perbedaan dan persamaan kebudayaan tadi, akan menumbuhkan saling pengertian, sehingga “tercipta” saling menghargai antarkebudayaan yang ada di permukaan bumi ini. Dengan cara yang demikian itu, akan tumbuh kepercayaan dan keyakinan bahwa “tidak ada suatu kebudayaan pun yang lebih rendah daripada kebudayaan lainnya di dunia ini” ataupun sebaliknya “tidak ada suatu kebudayaan pun yang lebih tinggi daripada kebudayaan lainnya”. Yang ada hanyalah perbedaan gradual antara satu kebudayaan dengan kebudayaan lain, khususnya dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
     Gagasan-gagasan baru tentang hidup dan kehidupan global, harus berlandaskan nilai akhlak mulia yang menjadi dasar kemanusiaan yang “sama di hadapan Tuhan Yang Maha Esa, yang dibedakan oleh kadar iman dan takwa kepada-Nya. Hal inilah yang harus diangkat sebagai nilai global dalam hidup dan kehidupan hari ini serta di hari-hari mendatang. Hal mendasar inilah yang harus menjadi perhatian kita dalam membina dan mengembangkan perspektif global pada diri masing-masing, terutama pada diri anak didik yang menjadi tanggung jawab kita bersama. 






BAB III
PENUTUP

            Merry M.Merryfield (1997: g) antara lain mengemukakan penduduk dan keluarga berencana (population and family planning), pembangunan (development), hak asasi manusia (human right), imigrasi (emigration, immigration, refugees), kepemilikan bersama global (the global commons), kelaparan dan bahan pangan (hunger and food), perdamaian dan keamanan (peace security), prasangka diskriminasi (prejudice and discrimination).

 

Rabu, 16 Oktober 2013

GLOBALISASI dan PENGARUHNYA dalam PENDIDIKAN

            Globalisasi didefinisikan sebagai semua proses yang merujuk kepada penyatuan seluruh warga dunia menjadi sebuah kelompok masyarakat global. Namun, pada kenyataannya globalisasi merupakan penyatuan semu, karena nilai-nilai ekonomi, sosial, dan budaya didominasi nilai-nilai yang sebenarnya asing bagi masyarakat dunia.

Globalisasi sering diterjemahkan “mendunia”. Suatu entitas, betapapun, dimanapun, kapanpun, dengan cepat menyebar ke seluruh pelosok dunia, baik berupa ide, gagasan, data, informasi, produksi, pembangunan, pemberontakan, dan sebagainya, begitu disampaikan, saat itu pula diketahui oleh semua orang di dunia.

Kekuatan globalisasi menurut analisis para ahli pada umumnya bertumpu pada 4 kekuatan global, yaitu:
1. Kemajuan iptek terutama dalam bidang informasi dan inovasi-inovasi baru di dalam teknologi yang mempermudah kehidupan manusia.
2. Perdagangan bebas yang ditunjang oleh kemajuan iptek.
3. Kerjasama regional dan internasional yang telah menyatukan kehidupan bersama dari bangsa-bangsa tanpa mengenal batas negara.
4. Meningkatnya kesadaran terhadap hak-hak asasi manusia serta kewajiban manusia di dalam kehidupan bersama, dan sejalan dengan itu semakin meningkatnya kesadaran bersama dalam alam demokrasi.


        Kemajuan iptek yang disertai dengan semakin kencangnya arus globalisasi dunia membawa dampak tersendiri bagi dunia pendidikan. Sebagai contoh, berbagai jenjang pendidikan mulai dari sekolah menengah hingga perguruan tinggi baik negeri maupun swasta membuka program kelas internasional. Hal ini dilakukan untuk menjawab kebutuhan pasar akan tenaga kerja berkualitas yang semakin ketat. Inilah yang dimaksud dengan globalisasi pendidikan.

Dampak Positif dan Negative Globalisasi Pendidikan

* Dampak positif globalisasi pendidikan:

a.    Semakin mudahnya akses informasi.

b.  Globalisasi dalam pendidikan akan menciptakan manusia yang professional dan berstandar Internasional dalam bidang pendidikan.

c.  Globalisasi akan membawa dunia pendidikan Indonesia bisa bersaing dengan       negara-negara lain.

d.   Globalisasi akan menciptakan tenaga kerja yang berkualitas dan mampu bersaing.

e.  Adanya perubahan struktur dan sistem pendidikan yang memiliki tujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan karena perkembangan ilmu pengetahuan dalam pendidikan akan sangat pesat.


* Dampak negative globalisasi pendidikan:

a.   Dunia pendidikan Indonesia bisa dikuasai oleh para pemilik modal.

b.   Dunia pendidikan akan sangat tergantung pada teknologi, yang 
      berdampak munculnya “tradisi serba instant”.

c.   Globalisasi akan melahirkan suatu golongan-golongan didalam dunia pendidikan.

d.   Semakin terkikisnya kebudayaan akibat masuknya budaya dari luar.

e.  Globalisasi mengakibatkan melonggarnya kekuatan kontrol pendidikan oleh negara.

Pentingnya Wawasan Perspektif Global Dalam Pengelolaan Pendidikan


         Dalam menghadapi globalisasi tanpa adanya persiapan yang kuat maka globalisasi akan menjadi sesuatu yang menakutkan dan akan berubah menjadi sesuatu yang negatif. Cara untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi globalisasi ini adalah dengan cara meningkatkan kesadaran dan memperluas wawasan. Cara untuk meningkatkan dan memperluas wawasan dapat dilakukan dengan berbagai cara, dan cara yang paling efektif adalah melalui pendidikan.

        Peningkatan kualitas pendidikan bagi suatu bangsa, bagaimanapun mesti diprioritaskan. Sebab kualitas pendidikan sangat penting artinya, karena hanya manusia yang berkualitas saja yang bisa bertahan hidup di masa depan. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk peningkatan kualitas pendidikan tersebut adalah dengan pengelolaan pendidikan dengan wawasan global.
        Meningkatkan dan memperluas wawasan global merupakan unsur penting untuk memahami masalah global. Menurut Makagiansar (Mimbar Pendidikan, 1989) agar dapat meningkatkan wawasan global, maka pendidikan memegang peranan penting. Melalui pendidikan maka seseorang harus mampu mengembangkan 4 hal berikut:
1.  Kemampuan mengantisipasi (anticipate), artinya pendidikan berusaha menyiapkan anak   
   didik untuk dapat mengantisipasi perkembangan IPTEK yang begitu cepat.
2. Mengerti dan mengatasi situasi (cope), artinya dapat mengembangkan kemampuan dan sikap peserta didik untuk menangani dan berhadapan dengan situasi baru. Rasa kepedulian terhadap suatu masalah serta keinginan untuk mengatasi masalah merupakan faktor yang harus dikembangkan pada diri anak.
3. Mengakomodasi (acomodate), artinya dapat mengakomodasi perkembanagn IPTEK yang pesat dan segala perubahan yang ditimbulkannya. Dalam mengatasi (cope) dan mengakomodasi (acomodate) perlu dikembangkan sikap bahwa anak didik tidak larut oleh perubahan, tetapi ia harus mampu mengikuti dan mengendalikan perubahan agar tumbuh menjadi suatu yang positif dan bermanfaat bagi kehidupan.
4.  Mereoriantasi (reorient), artinya persepsi dan wawasan tentang dunia perlu diorientasikan kembali karena perkembangan IPTEK dan perubahan sosial yang cepat sehingga memperoleh wawasan yang semakin luas.



    Perspektif global merupakan pandangan yang timbul dari kesadaran bahwa dalam kehidupan ini segala sesuatu selalu berkaitan dengan isu global. Orang sudah tidak memungkinkan lagi bisa mengisolasi diri dari pengaruh global. Manusia merupakan bagian dari pergerakan dunia, oleh karena itu harus memperhatikan kepentingan sesama warga dunia. Tujuan umum pengetahuan tentang perspektif global adalah selain untuk menambah wawasan juga untuk menghindarkan diri dari cara berpikir sempit, terkotak oleh batas-batas subyektif, primordial (lokalitas) seperti perbedaan warna kulit, ras, nasionalisme yang sempit, dsb.

      Dengan demikian pentingnya (urgensi) wawasan perspektif global dalam pengelolaan pendidikan ialah sebagai langkah upaya dalam peningkatan mutu pendidikan nasional. Hal ini dikarenakan seperti yang telah dituliskan sebelumnya, dengan wawasan perspektif global kita dapat menghindarkan diri dari cara berpikir sempit dan terkotak-kotak oleh batas subyektif sehingga pemikiran kita lebih berkembang. Kita dapat melihat sistem pendidikan di negara lain yang telah maju dan berkembang. Dapat membandingkannya dengan pendidikan di negara kita, mana yang dapat diterapkan dan mana yang sekerdar untuk diketahui saja. Kita bisa mencontoh sistem pendidikan yang baik di negara lain selama hal itu tidak bertentangan dengan jati diri bangsa Indonesia.

Pandangan-pandangan terhadap Globalisasi Pendidikan

Pendidikan Indonesia seperti Zaman Batu di Era Globalisasi

Rabu, 27 Februari 2013 08:31 wib

Rifa Nadia Nurfuadah – Okezone

          JAKARTA - Banyak bukti menunjukkan masih minimnya kualitas pendidikan di Indonesia. Dari segi fasilitas, tercatat masih ratusan ribu sekolah rusak di penjuru Nusantara. Dari segi sistem, pemerintah masih mencari kurikulum yang paling ideal untuk diterapkan. Belum lagi rendahnya mutu guru di Tanah Air dan persebarannya yang tidak merata, ikut memperburuk kondisi pendidikan Indonesia. Ironis, padahal Indonesia merupakan negara dengan pertumbuhan ekonomi nomor tiga tertinggi di Asia.

          Potret negatif pendidikan Tanah Air tersebut tidak luput dari kacamata dunia. Al-Jazeera, salah satu stasiun televisi berita dari Qatar, memotret buramnya dunia pendidikan Indonesia dalam reportase khusus 101 East. Seperti dilansir Al-Jazeera, Rabu (27/2/2013), reportase tersebut menyelidiki mengapa sistem pendidikan di Indonesia merupakan salah satu yang buruk di dunia.

            Liputan Al-Jazeera dititikberatkan pada cerita salah satu Pengajar Muda dari program Indonesia Mengajar besutan Anies Baswedan. Sarjana Teknik berusia 23 tahun ini meninggalkan kemewahan Jakarta untuk mengajar di daerah Tambora, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB). Sebelum diberangkatkan ke daerah Terluar, Terdepan, Tertinggal (3T) di seluruh Indonesia, para Pengajar Muda dibekali latihan bertahan hidup ala militer.

            Al Jazeera menyebut, belum lama ini Indonesia berada pada peringkat akhir dalam pemeringkatan taraf pendidikan yang menghitung tingkat literasi, hasil ujian, tingkat kelulusan dan parameter kunci lainnya dari 50 negara. Selain itu, hanya sepertiga dari 57 juta anak usia sekolah di Indonesia yang menyelesaikan jenjang pendidikan dasar. Minimnya kondisi pendidikan di Indonesia juga diperparah dengan rendahnya mutu pengajar dan wabah korupsi di berbagai bidang.

            Para praktisi dan pengamat pendidikan menilai, sistem pendidikan Indonesia lebih menekankan pendidikan menghafal ketimbang berpikir kreatif. Budaya pengajaran satu arah, pendekatan kaku dalam pendidikan keagamaan, serta minimnya tugas membaca diidentifikasi sebagai persoalan-persoalan utama. 

            Para pakar pendidikan Indonesia menyatakan bahwa setengah dari jumlah guru di Tanah Air tidak memiliki kualifikasi yang layak untuk mengajar dan 20 persen dari jumlah guru yang ada sering kali tidak menunaikan kewajiban mereka sebagai pengajar. Selain itu, banyak guru di sekolah negeri bekerja di luar sekolah untuk menambah penghasilan.

            Korupsi juga merajalela di sekolah dan perguruan tinggi. Banyak orangtua terpaksa menyuap sekolah agar anak-anak mereka lulus tes masuk, atau membayar fasilitas yang seharusnya disediakan oleh negara. Indonesian Corruption Watch (ICW) mengklaim, hanya sedikit sekolah Indonesia yang bersih dari korupsi, dengan 40 persen biaya operasional sekolah yang seharusnya menjadi jatah mereka "disunat" sebelum sampai ke ruang kelas.

            Sementara itu, jutaan dolar bantuan pendidikan digelontorkan berbagai negara asing untuk memperbaiki sistem pendidikan Indonesia. Angka ini tidak sebanding dengan jumlah yang dikeluarkan pemerintah Indonesia untuk pendidikan dari APBN. Beberapa observer internasional juga mempertanyakan mengapa Indonesia masih mengandalkan pendanaan luar untuk pembangunan sekolah mengingat status Indonesia dari Bank Dunia sebagai negara dengan penghasilan menengah.

            Merespons berbagai kritik tersebut, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) meluncurkan kurikulum baru sebagai usaha menyederhanakan pendidikan, mengurangi angka putus sekolah, dan menciptakan lebih banyak doktor. Salah satu kontroversi yang bergulir seputar kurikulum baru ini adalah pengurangan jumlah belajar pendidikan sains, geografi dan bahasa Inggris di sekolah dasar, serta meningkatkan jumlah pendidikan nasionalisme dan patriotik.

            Banyak pendidik mempertimbangkan kondisi ini dapat mendorong Indonesia kembali ke "zaman batu" di era globalisasi. Mereka berpendapat, usia dini adalah saatnya memberikan berbagai formula pendidikan yang merangsang kemampuan berpikir anak-anak, terutama mengingat tingginya angka putus sekolah usai jenjang sekolah dasar ini.

            Tetapi pemerintah membela diri dengan menyatakan bahwa perubahan kurikulum akan menyederhanakan sistem sekolah yang dikritik karena membebankan terlalu banyak subjek pelajaran kepada para siswa.

Mendikbud: Pendidikan RI Tidak Separah Itu

Jum'at, 01 Maret 2013 09:20 wib

Rifa Nadia Nurfuadah – Okezone

JAKARTA - Meski tidak gusar dengan pemberitaan Aljazeera tentang potret buram pendidikan Indonesia, Mendikbud M Nuh menegaskan, ada beberapa hal yang perlu dikoreksi.

            Pertama, kata Nuh, tidak mungkin hanya sepertiga dari total siswa di Indonesia yang menyelesaikan pendidikan dasar. Dalam liputannya, Aljazeera menyebut, hanya sepertiga dari sekira 57 juta anak Indonesia yang menempuh pendidikan di sekolah menyelesaikan pendidikan dasar mereka.

            "Angka itu jelas tidak mungkin. Pasalnya, angka partisipasi kasar (APK) jenjang sekolah dasar (SD) saja sudah di atas 90 persen, bahkan mendekati 100 persen," ujar Nuh kepada Okezone.

            Mendikbud memaparkan, secara keseluruhan, APK semua jenjang pendidikan meningkat. Bahkan, APK pendidikan tinggi naik dari 23 ke 28 persen. Selain itu, tuturnya, persentase anak-anak miskin yang mengecap pendidikan tinggi pun naik dari 1,4 ke 4,4 persen. Ini semua, ujar Nuh, merupakan hasil program Kemendikbud dalam memperluas akses pendidikan bagi anak Indonesia.

            "Kami membuat program perluasan akses pendidikan sesuai lima kuantil ketidakmampuan ekonomi yakni dari termiskin hingga terkaya," imbuhnya.
            Persoalan kedua, kata Nuh, adalah tentang kondisi sekolah rusak di Indonesia. Aljazeera melansir, ratusan ribu sekolah di Tanah Air masih rusak. Salah satu penyebabnya adalah maraknya praktik korupsi di dunia pendidikan. Dana pembangunan sekolah pun diselewengkan oleh pihak sekolah, pejabat dinas pendidikan hingga kontraktor yang membangun sekolah.

            Nuh mengklaim, sejak 2011 lalu, Kemendikbud telah fokus merehabilitasi sekolah-sekolah yang rusak di penjuru Nusantara. "Sejak program tersebut diluncurkan, bisa dilihat, dalam dua hingga tiga tahun terakhir sekolah rusak sudah banyak berkurang. Jadi angka ratusan ribu sekolah rusak itu juga tidak benar," imbuhnya.

            Mantan rektor Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya itu menjelaskan, dalam memperbaiki kondisi pendidikan Indonesia, Kemendikbud mendasarkan program-programnya pada delapan standar pendidikan. Pada aspek pembiayaan, Kemendikbud telah menganggarkan dana bantuan operasional sekolah (BOS) pada jenjang sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah.

            Perbaikan standar pendidik dan tenaga kependidikan dilakukan melalui program sertifikasi, pendidikan lanjutan guru, dsb. Rehabilitasi gedung-gedung sekolah merupakan upaya perbaikan dalam standar sarana dan prasarana. Sementara itu, dari standar isi, kompetensi dan penilaian, perbaikan dilakukan melalui penerapan kurikulum baru.

            "Semua standar itu sekarang sedang dibenahi secara simultan. Kami tidak mengarang-ngarang beragam program perbaikan ini, tetapi mengacu kepada delapan standar pendidikan. Itu adalah fondasi dalam membangun pendidikan Indonesia," papar Nuh.

Jadi , Globalisasi merupakan suatu proses. Tidak terjadi secara spontan. Globalisasi ditandai dengan kaburnya batas geografis antar Negara. Dunia menjadi seperti sebuah kompleks perumahan. Sehingga informasi sekecil apapun dapat tersebar dengan segera. Geliat globalisasi tak hanya terlihat dalam dunia ekonomi, teknologi, komunikasi, transportasi serta politik Indonesia , tetapi juga mulai masuk dalam dunia pendidikan Indonesia. Globalisasi tak hanya membawa angin segar terhadap dunia pendidikan Indonesia karena telah memberi inspirasi kepada masyarakat pendidikan Indonesia untuk menciptakan terobosan-terobosan baru serta kemudahan-kemudahan dalam pengajaran. Tetapi juga memberikan dampak-dampak yang harus segera dihentikan agar tak semakin melebar bahayanya. Untuk mengatasi dampak-dampak negative tersebut diperlukan sikap tegas yaitu dengan menjadikan pancasila sebagai filter yang mampu menyaring setiap pengaruh dari luar yang masuk ke Indonesia serta memberikan bekal moral terhadap siswa-siswa agar tak hanya pandai dalam suatu bidang keilmuan tetapi juga berakhlak.


 SUMBER :
http://kampus.okezone.com/read/2013/03/01/373/769367/mendikbud-pendidikan-ri-tidak-separah-itu
http://rafkind.blogspot.com/2013/05/pengaruh-globalisasi-dalam-pendidikan.html
Idrus, Dr. Ali. 2009. Manajemen Pendidikan Global (Visi, Aksi, dan Adaptasi). Jakarta: Gaung Persada Press.